Sabtu, 18 Oktober 2014

Aku wes prei

Cerita mengenai Walikukun di lihat dari sisi Sejarah,Mitos dan Legendanya...tak lepas dari hal

- hal yang bersifat mistik. Ada beberapa nama antara lain ;
Widodaren,
Rondo Ireng,
Rondo Kuning,
Kedung Prau
Kedung Prawan....

nama - nama tersebut tentunnya mempunyai makna dan sejarah yang melatar belakanginya.Menarik untuk
kita simak......

BASA-BASI

Rondo kuning merupakan mitos dari daerah Walikukun yang terletak di sebelah selatan rel
kereta api Walikukun, asal mula kata Rondo kuning dalam bahasa Indonesia yang berarti janda
ada pula Rondo ireng yang terletak di sebelah barat pasar desa Walikukun masing-masing mempunyai mitos yang berbeda-beda salah satunya Rondo kuninglah yang dapat penulis
dapatkan informasinya dan sayang kisah-kisah atau ceritera tersebut hanya merupakan suatu mitos belaka.

Kapan cerita itu terjadi dan siapa nama pelakunya tidak diketahui, hanya saja ceritera tersebut
disampaikan dari mulut ke mulut dan tidak jelas sumbernya, bahkan hampir tak pernah terdengar
bahkan dilupakan orang.

Dari beberapa sumber atau orang yang sudah sepuh (tua) yang sekarang ini, yang bisa
menceriterakan hanyalah sebagian saja, sehingga dari sebagian cerita tadi, sehingga dari beberapa orang tadi penulis berusaha merangkainya dari ceritera-ceritera yang ada tersebut.

ASAL MULA RONDO KUNING

Pada jaman dahulu kala kapan yang tak ada pernah tahu pastinya, hiduplah sebuah keluarga yang sederhana, mereka belum dikaruniai seorang anak, mereka sangat berharap bisa memperoleh anak dari hasil perkawinan mereka. Setiap malam
mereka berdoa agar kelak di kemudian hari dikaruniai seorang anak, seperti apa yang mereka
dambakan.

Kiranya Tuhan mengabulkan doa keluarga itu dan sang ibu mengandung dan tak lama kemudian melahirkan seorang bayi perempuan yang didambakannya. Hari berganti bulan dan bulan berganti tahun si gadis mulai beranjak dewasa.

Mereka termasuk keluarga yang miskin, ayahnya bekerja sebagai tukang kayu, sedangkan ibunya
berjualan di pasar, penghasilan mereka pas-pasan kadang untuk makan sehari-hari masih kurang.

Suatu hari ayahnya ditemukan tewas dibunuh oleh orang bangsa Belanda karena dianggap menentang Belanda, mereka sedih mendengar hal itu termasuk si gadis itu, sehingga si gadis itu tinggal sendiri dengan ibunya. Hari-harinya diisi dengan membantu ibunya berjualan di pasar.

Suatu hari ibunya sakit keras dan kemudian meninggal, si gadis itu akhirnya tinggal sendirian ia masih berjualan di pasar.

Suatu hari ada seorang pemuda membeli dagangan si gadis itu, saat melihat gadis itu pemuda itu
langsung tertarik kepada gadis itu kemudian pemuda itu langsung jatuh cinta kepada gadis itu dan ingin melamarnya si gadis itu juga jatuh cinta kepada pemuda itu kemudian mereka menikah,
kehidupan mereka sangat bahagia.
Kehidupan mereka sederhana, lebih berkecukupan dari pada sebelum ia menikah, suaminya bekerja sebagai petani yang sukses karena ia ulet dalam bekerja dan ia termasuk orang yang pantang
menyerah, ia bekerja keras membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pada suatu hari desa tempat mereka tinggal mendapat ultimatum dari pihak Belanda yang
dimana isi ultimatum tersebut untuk menyerahkan wilayah desanya kepada pihak Belanda dengan secepatnya dan apabila tidak menyetujuinya pihak Belanda akan mengadakan perlawanan.

Dengan adanya ultimatum tersebut menyebabkan
keresahan pada warga, dan akhirnya kepala desa bertindak untuk mengumpulkan seluruh
warga untuk melawan pihak Belanda agar wilahnya tidak jatuh ke tangan pihak Belanda.

Hari yang ditentukan telah lewat para warga belum menyerahkan diri kepada Belanda sehingga
pihak Belanda memutuskan untuk mengadakan perlawanan, dengan semangat juang yang tinggi para warga melawan Belanda. Dan terjadilah peperangan pada akhirnya dewi fortuna berada di
pihak Belanda.

Sehingga si gadis dan suaminya hidup di bawah penjajahan Belanda dan mereka yang dulu
hidupnya bahagia sekarang hidup dengan sengsara. Pada akhirnya suami si gadis sakit keras
dikarenakan kehidupannya yang sengsara dan akhirnya suami si gadis itu meninggal juga, akhirnya si gadis itu menjadi seorang janda.

Akhirnya si janda berniat membalas dendam kepada Belanda dengan cara meracuni makanan yang dimakan oleh orang Belanda, hal ini diketahui oleh pihak Belanda mereka sangat marah sekali dan berniat membunuh janda itu akhirnya
mereka menyusun siasat untuk membunuh janda itu. Akhirnya pada malam harinya salah satu
prajurit Belanda mendatangi rumah janda itu.

Pada saat itu si janda sedang bersembahyang, prajurit itu menyusup ke rumah janda itu saat
menemui janda itu sedang bersembahyang prajurit itu langsung mengacungkan pedangnya dan langsung memenggal kepala janda itu, kepalanya langsung dibuang ke tempat yang jauh.

Akhirnya sampai sekarang ini orang-orang membuat patung si janda tersebut dengan tanpa
kepala, patung tersebut diletakkan di dekat rumah janda itu yang berwarna kuning, akhirnya orang-
orang menyebutnya Rondo kuning , konon siapa yang bisa menemukan potongan kepala tersebut akan mendapat celaka.

Walikukun
MBAH TO adalah pengasuhku waktu kecil. Dia tinggal
di rumah bambu di belakang rumah bupuh (ibu sepuh
atau uwa) Karsohoetomo secara tumpangsari.
Tumpangsari adalah mekanisme sosial dalam budaya
Jawa di mana seseorang tinggal di lahan miliki
seseorang secara menumpang tanpa dipungut uang
sewa. Di rumah bupuh itulah aku tinggal sewaktu
masih bayi.
Dari Mbah To kuperoleh cerita mengenai kelahiranku
di RS Walikukun. Ibu diusung dalam tandu ketika
hendak melahirkanku. Pada fajar hari Sabtu, 17
Oktober 1959 aku dilahirkan ke dunia. Menurut ibu,
lebih dari sembilan bulan aku ada dalam kandungan
dan ketika aku lahir ari-ari membelit tubuhku seperti
kisah kelahiran Bima, seorang ksatria dari keluarga
Pandawa dalam cerita pewayangan.
RS Walikukun adalah satu-satunya rumah sakit di
daerah Walikukun dan sekitarnya, dan kini menjadi
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat)DTP (Dengan
Tempat Perawatan).Walikukun adalah sebuah kota kecil
di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tempat ini terletak
sekitar tujuh kilometer dari Gunung Lawu. Ada sebuah
setasiun kereta api yang meghubungkan Solo dengan
Madiun, sehingga kereta api dari Jakarta atau Bandung
yang hendak ke Surabaya melintasi setasiun kecil ini.
Walikukun merupakan tempat yang penting dalam
sejarah kebangsaan karena dokter Radjiman
Wedyodiningrat yang merupakan Ketua BPUPKI (Badan
Penyelidik Upaya-upaya Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) tinggal di sana.
Betapa indah Walikukun dalam kenanganku, aku ingin
berbagi mengenai pelbagai keunikan yang ada: tentang
Dr Radjiman, Kabupaten Ngawi, Gunung Lawu dan
Bengawan Solo.
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat (lahir di
Yogyakarta, 21 April 1879 – meninggal di Ngawi, Jawa
Timur, 20 September 1952 pada umur 73 tahun)
adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu
tokoh pendiri Republik Indonesia.
Pendidikannya diimulai dengan model pembelajaran
hanya dengan mendengarkan pelajaran di bawah
jendela kelas saat mengantarkan putra Dr. Wahidin
Soedirohoesodo ke sekolah, kemudian atas belas
kasihan guru Belanda disuruh mengikuti pelajaran di
dalam kelas sampai akhirnya di usia 20 tahun ia sudah
berhasil mendapatkan gelar dokter dan pada usia 24
tahun mendapat gelar Master of Art. Ia juga pernah
belajar di Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika.
Pilihan belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat
dari keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi
saat itu dilanda penyakit pes, begitu pula beliau secara
khusus belajar ilmu kandungan untuk menyelamatkan
generasi kedepan dimana saat itu banyak Ibu-Ibu yang
meninggal karena melahirkan.
Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Desa Dirgo,
Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi dan
mengabdikan dirinya sebagai dokter ahli penyakit pes,
ketika banyak warga Ngawi yang meninggal dunia
karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah
kediamannya yang sekarang telah menjadi situs sudah
berusia 134 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan
Bung Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah
bertandang dua kali ke rumah tersebut.
Dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Boedi
Oetomo dan sempat menjadi ketuanya pada tahun
1914-1915.Dalam perjalanan sejarah menuju
kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah satu-
satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah
perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi
Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di
saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan
pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia
(kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda
dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr.
Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi
Utomo.
Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan
pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak
merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno
dengan Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno
tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini
kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI
dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila
yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan
Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya
dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan
Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru
dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali
fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus
Pancasila.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno
dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk menemui
pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait
dengan pemboman Hiroshima dan Nagasaki yang
menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa
syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan
kekosongan kekuasaan di Indonesia.
Di masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah
menjadi anggota DPA, KNIP dan pemimpin sidang DPR
pertama di saat Indonesia kembali menjadi negara
kesatuan dari RIS.(http://id.wikipedia.org/wiki/
Radjiman_Wedyodiningrat)
Ngawi
Kabupaten Ngawi adalah sebuah wilayah kabupaten di
Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah
Ngawi. Kota kabupaten ini terletak di bagian barat
Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan
Provinsi Jawa Tengah. Kata Ngawi berasal dari kata awi,
bahasa sansekerta yang berarti bambu dan mendapat
imbuhan kata ng sehingga menjadi Ngawi. Dulu Ngawi
banyak terdapat pohon bambu.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Blora (keduanya termasuk
wilayah Provinsi Jawa Tengah), dan Kabupaten
Bojonegoro di utara, Kabupaten Madiun di timur,
Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun di selatan,
serta Kabupaten Sragen (Jawa Tengah) di barat.
Kabupaten Ngawi terdiri atas 19 kecamatan yang
terbagi dalam sejumlah 217 desa dan 4 kelurahan.
Pusat pemerintahan di Kecamatan Ngawi. Bagian utara
merupakan perbukitan, bagian dari Pegunungan
Kendeng. Bagian barat daya adalah kawasan
pegunungan, bagian dari sistem Gunung Lawu (3.265
meter).
Pendidikan di Ngawi ditandai oleh adanya pendidikan
pesantren dan umum. Pondok Pesantren Gontor Putri
1 dan Pondok Pesantren Gontor Putri 2 dan 3
terdapat di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan,
Kabupaten Ngawi, yakni di dekat perbatasan dengan
Jawa Tengah. SMA Negeri 1 Ngawi dan SMA Negeri 2
Ngawi adalah salah satu sekolah favorit di Kabupaten
Ngawi yang mempunyai segudang kegiatan / organisasi.
Sekolah ini banyak menghasilkan generasi penerus
Ngawi yang tanggung dan berpotensi untuk
membangun kota Ngawi. Salah satu organisasi yang
paling dominan di Smada Ngawi adalah Pramuka.
Sekolah swasta yang cukup tua dan terkenal adalah
SMP dan SMK "Panti Pamardi Siwi" yang berlokasi di
Kota Kecamatan Ngrambe di kaki Gunung Lawu.
Sekolah ini didirikan oleh Soejono dan Samini untuk
kalangan masyarakat pedesaan yang kebanyakan
adalah petani. Selain itu di perkebunan karet PTP XXIII
Tretes ada SMP "Kusuma Bangsa" yang berlokasi di
tengah-tengah perkebunan yang dimaksudkan untuk
menampung para buruh perkebunan dan petani
sekitarnya.
Terdapat pula beberapa Perguruan Tinggi seperti
Universitas Soerjo Ngawi (Unsur), STKIP PGRI Ngawi,
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian dan Sekolah Tinggi Ilmu
Agama Islam di Paron, serta Akademi Keperawatan. Di
Desa Tempurejo Walikukun Ngawi STIT
MUHAMMADIYAH Tempurejo menggenapi penddikan
perguruan Muhammadiyah yang sudah ada dari
Madarasah Diniyah Awaliyah, Wustho, Ulya, TK, MI,
MTs dan MA yang bernaung dibawah organisasi
Muhammadiyah, tapi sayangnya proses perkuliahannya
di Mantingan jauh dari Nama yang melekat yaitu
Tempurrejo.
Sedangkan tempat rekreasi yang ada saat ini adalah
Pemandian Tawun, Waduk Pondok, Air terjun
Srambang, serta kebun Teh Jamus yang berhawa sejuk
dan terdapat Kolam Pemandian di sekitar Perkebunan
Teh tersebut. Perkebunan Teh ini terletak di Kecamatan
Sine, Selain Kebun Teh Jamus di Kec. Sine, selain teh di
kecamatan sine ada pula perkebunan karet yang
dikelola oleh PTP XXIII Tretes Juga ada Bendungan
Ndorjo yang lokasinya di Desa hargosari Dsn.
Gondorejo. Selain itu terdapat juga situs purbakala
Trinil yang menyimpan fosil pithecanthropus erectus
(Manusia kera berjalan tegak) pertama kali di temukan
oleh arkeolog Belanda bernama Eugene Dubois.
Gunung Liliran merupakan objek wisata ziarah yang
terkenal bagi masyarakat Jawa. Pada bulan Muharam
(Syura) para peziarah berdatangan ke puncak bukit
pada siang dan malam hari. Sebagian dari mereka
bersemadi di beberapa gua atau berziarah ke Makam
Joko Buduk. Pemandangan dari puncak bukit memang
sangat indah berupa pesawahan dan sungai yang
meliuk ke arah utara menuju Bengawan Solo. Sayang
hutan di Gunung Liliran tidak indah lagi karena
tanaman pinus yang dikelola Perhutani kini banyak
ditebangi.
Kesenian Daerah Asli Kabupaten Ngawi adalah Tari
Orek Orek, Tari Kecetan, Dongkrek, Wayang Kruc
Sebuah benteng peninggalan belanda (Benteng VAN
DEN BOSH) sebenarnya bisa pula dijadikan sebagai
salah satu obyek wisata yang sangat bagus, sayang
Pemerintah Kabupaten Ngawi tidak serius
menanganinya. Benteng yang terletak diantara dua
Sungai besar itu (Sungai Madiun dan Bengawan Solo)
sangat mungkin menyedot wisatawan karena letaknya
yang di tengah kota.
Makanan Khas Asli kota Ngawi Adalah Tepo Tahu
(Pertama kali di buat oleh Bp Palio), kemudian Wedang
Cemue. karena rasanya yang enak banyak tempat lain
mengklaim cemue berasal dari daerahnya, tapi Cemue
adalah benar benar Asli kota Ngawi, Sate ayam Ngawi
juga mempunyai rasa yang berbeda dengan sate ayam
daerah lain. Selain itu makanan ringan semacam Kripik
tempe, ledre, dan Geti banyak terdapat di Ngawi, Nasi
pecel Ngawi juga memiliki rasa yang khas berbeda
dengan nasi pecel di kota lain.
Di Ngawi terdapat berbagai franchise penjual makanan,
dan juga makanan favorit di Ngawi, yakni tempe keripik
yang dapat ditemukan di warung makan, restoran, dan
warung rokok.(http://id.wikipedia.org/wiki/
Kabupaten_ngawi)
Gunung Lawu
Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa,
Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah
gunung api "istirahat" dan telah lama tidak aktif,
terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang
tererosi. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang
masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang
(solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan hutan
Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan
Montane, dan hutan Ericaceous.
Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo
Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Yang
terakhir ini adalah puncak tertinggi.
Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang
populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah
Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke
bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian
dari masa akhir Majapahit: Candi Sukuh dan Candi
Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek
pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran: Astana
Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini
terletak Astana Giribangun, mausoleum untuk keluarga
presiden kedua Indonesia, Suharto
Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan
pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang
berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Karena
populernya, di puncak gunung bahkan dapat dijumpai
pedagang makanan. Pendakian standar dapat dimulai
dari dua tempat (basecamp): Cemorokandang di
Tawangmangu, Jawa Tengah, serta Cemorosewu, di
Sarangan, Jawa Timur.
Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing
dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang
dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga
Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu
Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini
sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga
Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang
sering dipergunakan sebagai ajang menjadi
kemampuan olah batin dan meditasi.
Konon gunung Lawu merupakan pusat kegiatan
spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan erat dengan
tradisi dan budaya Keraton Yogyakarta.Setiap orang
yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami
berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan
sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan.
Bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal
bernasib naas.
Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh
penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang
Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah
Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan
Pringgodani.
Gunung Lawu menyimpan banyak cerita dan legenda.
Salah satunya berkaitan dengan Kerajaaan Majapahit.
Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit
(1400 M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi
Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5
(Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara
Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari
Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga
lahir putra Pangeran Katong.
Raden Fatah setelah dewasa agama islam berbeda
dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan
bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah
mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak). Melihat
kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu.
Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun
akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha
Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang
menyatakan bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit
memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke
kerajaan Demak.Pada malam itu pulalah Sang Prabu
dengan hanya disertai pemomongnya yang setia
Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan
melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak
Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan
dua orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan
Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua
orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu
saja. Merekapun pergi bersama ke puncak Harga
Dalem.
Saat itu Sang Prabu bertitah, "Wahai para abdiku yang
setia sudah saatnya aku harus mundur, aku harus
muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa
Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi
penguasa gunung Lawu dan membawahi semua
mahluk gaib dengan wilayah ke barat hingga wilayah
gunung Merapi/gunung Merbabu, ke timur hingga
gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke
utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan
Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau
kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.
Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon
pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu:
Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah
dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga
Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini.
Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di
Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di Harga
Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa
gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan
kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib
yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai
amanat Sang Prabu Brawijaya. (http://
id.wikipedia.org/wiki/Gunung_lawu)
Bengawan Solo
Bengawan Solo adalah sungai terpanjang di Pulau Jawa,
Indonesia dengan dua hulu sungai yaitu dari daerah
Pegunungan Kidul, Wonogiri dan Ponorogo,
selanjutnya bermuara di daerah Gresik. "Bengawan"
dalam bahasa Jawa berarti "sungai yang besar". Di
masa lalu, sungai ini pernah dinamakan Wuluyu,
Wulayu, dan Semanggi (dieja Semangy dalam naskah
bahasa Belanda abad ke-17. Sungai ini panjangnya
sekitar 548,53 km dan mengaliri dua provinsi yaitu
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kabupaten yang dilalui
meliputi tiga bagian yaitu:
Aliran Bengawan Solo masa kini terbentuk kira-kira
empat juta tahun yang lalu. Sebelumnya terdapat aliran
sungai yang mengalir ke selatan, diduga dari hulu yang
sama dengan sungai yang sekarang. Karena proses
pengangkatan geologis akibat desakan lempeng Indo-
Australia yang mendesak daratan Jawa, aliran sungai itu
beralih ke utara. Pantai Sadeng di bagian tenggara
Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai "muara"
Bengawan Solo Purba.[6]
Sungai ini dikagumi masyarakat di seluruh dunia
khususnya Jepang karena terinspirasi dari lagu
keroncong karangan Gesang berjudul sama, Bengawan
Solo. Selain itu tempat ini pernah menjadi tempat
utama kecelakaan pesawat Garuda Indonesia
Penerbangan 421.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar